Fiqih E-Commerce

Fiqih E-Commerce

وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا

Dan kaum Muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati kecuali syarat yang mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram. [HR. Bukhari].

Pengertian E-Commerce

E-Commerce secara umum dapat diartikan sebagai transaksi jual beli secara elektronik melalui media internet. Selain itu, E-commerce juga dapat diartikan sebagai suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran atau penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik.

Potret E-Commerce Dalam Kajian Fiqh

Skema/Alur yang terjadi dalam jual beli online di lapak (e-commerce) sama halnya dengan jual beli secara langsung non-online. Ilustrasinya sebagai berikut : Si A (provider/perusahaan) menyediakan lapak/warung untuk dijadikan tempat penjualan barang dagangan. Si B (supplier/produsen/pemilik barang) menaruh barang dagangannya di lapak/warung milik si A. Si C adalah customer/pembeli yang membeli barang milik si B di tempat si A. Dari ilustrasi sederhana ini kita bisa lihat bahwa skema yang terjadi adalah skema jual beli antara si pemilik produk dengan si pembeli. Sehingga si pemilik produk mendapatkan margin atas jasa jualnya. Dan Ijarah/sewa jasa pemasaran, dimana pemilik lapak mendapatkan ujrah/fee baik secara nominal atau prosentase.

Akad-Akad Dalam E-Commerce

Dari aspek akad setidaknya ada dua akad yang terdapat dalam E-Commerce,

  • Akad jual beli tidak tunai (al-bai’u al-muajal) yang terjadi antara pemilik produk dengan pembeli, dimana barang dikirim tunai sementara harga tidak tunai, karena ketentuan dalam e-commerce bahwa uang yang ditransfer oleh pembeli baru bisa diterima oleh penjual setelah barang tersebut diterima oleh pembeli. Hal ini diperbolehkan sebagaimana termaktub dalam kesepakatan lembaga fiqh internasional nomor 51 tahun 1990. Diantara ulama yang sepakat dengan ketentuan yang membolehkan diberlakukannya syarat-syarat tertentu dalam suatu bisnis selama tidak bertentangan dengan tujuan bisnis adalah Ibnu qoyyim dan ibnu taimiyah. Sebagaimana hadis Nabi SAW, “Dan kaum Muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati kecuali syarat yang mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram”. [HR. Bukhari].
  • Akad ijarah/jual manfaat/sewa manfaat/sewa jasa pemasaran, dimana pemilik lapak berhak mendapatkan ujrah/fee dari pemilik produk atas penjualan barang. Dan ujrah/fee tersebut boleh dilakukan dengan nominal atau prosentase sesuai kesepakatan di awal.

Ketentuan Khusus Dalam E-Commerce

  1. Ketentuan free ongkir dan diskon yang diberikan oleh perusahaan penyedia marketplace, dimana perusahaan tersebut tidak mengenakan tarif langsung atas jasa marketing produk di lapaknya kepada si penjual. Secara syariah hal ini diperbolehkan selama pemilik lapak ridho memberikannya dari ujrah/fee yang dimilikinya, sebagaimana dalam fiqh diistilahkan dengan (at-tanazul anil haq).
  2. Terkait dengan terjadinya pengendapan dana yang dilakukan oleh penyedia lapak/marketplace akibat dari pengiriman ataupun penerimaan yang memakan waktu sampai 3 hari. Penyimpanan ini tidak merusak transaksi secara umum. Terlebih kalau biaya/dana tersebut disimpan di dalam bank syariah.

Wallahu A’lamu bis Showaab   


Ust. Satibi Darwis, Lc., MA
Sekretaris Dewan Pengawas Syariah PT Asuransi Takaful Keluarga

Informasi Terbaru